Cara memulai adalah dengan berhenti berbicara dan mulai melakukan..

TIPS Keluarga Bahagia

Keluarga kaya, banyak. Keluarga terpandang, juga banyak. Belum lagi keluarga-keluarga lainnya yang dilabeli harmonis, berpendidikan, dan berencana. Namun, berapa banyakkah keluarga yang bahagia?

Sepertinya, kian hari keluarga bahagia makin sedikit. Kok bisa?

Banyak kasus pembunuhan, pertengkaran, dan persidangan yang melibatkan keluarga sendiri terjadi di sekitar kita. Anak membunuh ibu, ibu membunuh anak-anaknya, suami membakar istrinya, istri memutilasi suaminya, dan sebagainya.
Dunia ini terasa kacau dan tidak indah lagi dilihat. Bahkan, mungkin jadi tidak indah lagi untuk ditempati sehingga banyak orang memutuskan mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Naudzubillahi min dzaalik.

Saat ditanyakan penyebab semua kekacauan itu, muncullah pasal-pasal yang tidak bisa diterima nalar. Hanya gara-gara menangis terus, sang ayah tega membanting buah hatinya yang masih batita. Hanya gara-gara uang seribu rupiah, tukang parkir rela menghabisi temannya sesama tukang parkir. Gejala apakah ini?

Kalau kita telusuri, semuanya berawal dari rumah, dari keluarga, entah itu keluarga kaya atau keluarga miskin. Yang jelas, mereka tidak merasakan kebahagiaan di dalam keluarga.
Tidak ada senyum di tengah-tengah kebersamaan mereka. Tidak ada kehangatan yang menyelimuti kekakuan hubungan di antara mereka. Ke manakah mereka harus mencari kebahagiaan itu? Seperti apakah gambaran kebahagiaan yang seharusnya mereka rasakan bersama keluarga?

Siapa pun berhak bahagia. Seorang ibu berhak bahagia, demikian juga seorang bapak. Keduanya jadi sumber kebahagiaan anak-anak mereka. Kebahagiaan dimulai dari dalam rumah, dari keluarga. Lalu, seperti apakah keluarga bahagia itu?
Berikut ini dapat dikatakan sebagai tips keluarga bahagia.

Keluarga Bahagia, Keluarga Ahli Syukur
Hanya Allah-lah sumber kebaikan dan kebahagiaan. Maka, pujilah Dia dengan penuh rasa syukur atas kebaikan yang kita terima. Sesungguhnya, Allah tidak memerlukan pujian dari kita karena dengan dzat-Nya Dia Maha Terpuji. Jika kita bersyukur, itu hanya untuk kebaikan kita sendiri.

Manusia telah dianugerahi pendengaran, pelihatan, dan hati. Sayangnya, hanya sedikit dari mereka yang bersyukur. Bersyukur di sini adalah mengoptimalkan anugerah yang telah diterima sehingga dengan potensi yang ada setiap orang memiliki modal sama untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi dirinya dan orang banyak.
Jika yang terjadi adalah sebaliknya, berarti kita belum menjadi ahli syukur.

Keluarga Bahagia, Keluarga Ahli Sabar
Orang yang bahagia adalah yang dijauhkan dari fitnah-fitnah dan orang yang senantiasa bersabar ketika dihadapkan pada ujian dan cobaan. Sesungguhnya, bersabar itu tidak ada batasnya. Hanya manusia sendiri yang membatasi kemampuannya untuk bersabar.
Bersabar memang bukan pekerjaan mudah, namun hal itu tidak mustahil untuk dilakukan.

Keluarga Bahagia, Keluarga Qanaah
Qanaah artinya merasa cukup dan merasa puas atas segala yang sudah didapatkan. Seseorang yang memiliki sifat ini akan selalu merasa cukup, tidak kekurangan. Namun, tidak berarti ia termasuk orang yang tidak memiliki mimpi, cita-cita, dan semangat untuk meraih sesuatu yang baru. Bukan itu.

Ia sama halnya dengan orang kebanyakan, memiliki sesuatu yang ingin dicapai. Namun, ia memiliki kelebihan dalam hal menerima apa yang sudah ia dapatkan. Dengan demikian, insya Allah ia akan terhindar dari ambisi mengambil sesuatu yang bukan haknya.

Keluarga Bahagia, Keluarga Ahli Taat
Sesungguhnya, kebahagiaan yang paling bahagia adalah panjang umur dalam ketaatan kepada Allah. Oleh sebab itu, biasakanlah kita berdoa agar dikelompokkan ke dalam golongan orang-orang yang selalu ada dalam ketaatan kepada Allah.
Keluarga yang senantiasa menjalankan irama kehidupannya dalam ketaatan kepada Allah insya Allah ia akan senantiasa mendapatkan pertolongan Allah untuk semua ujian yang dihadapinya.

Keluarga Bahagia, Keluarga Ahli Nasihat-Menasihati
Orang yang ingin selalu mendapatkan keberuntungan dalam keluarganya akan sangat berjuang untuk memegang teguh keimanannya, melakukan kebaikan-kebaikan, dan saling menasihati dalam kebaikan dengan penuh kesabaran.

Memberikan nasihat tidak hanya berlaku bagi seorang suami kepada istri, orang tua kepada anak-anaknya, ataupun orang tua kepada anak muda.

Nasihat bisa dilakukan sebaliknya, dari istri kepada suami, anak-anak kepada orang tua, dan anak muda kepada orang tua. Dalam hal ini, diperlukan kelapangan hati untuk menerima nasihat dari siapa pun jika hal itu benar adanya.

Selain itu, diperlukan ilmu agar nasihat yang disampaikan menjadi berdaya, bukan asal bunyi yang akhirnya dapat menyakiti.

Itulah lima dari beberapa alat ukur kebahagiaan sebuah keluarga. Semoga yang lima ini dapat dijadikan tips keluarga bahagia Anda.

Memulai kehidupan dengan penuh kasih sayang dan bermuara dalam kebahagiaan sejati, bukan kebahagiaan semu yang dapat menipu mata. Selamat menikmati indahnya hidup ini dengan syukur, sabar, qanaah, taat, dan nasihat.

Sumber : http://www.diwanpro.com/

Membuat Jaringan Komputer (L A N)

LAN adalah Local Area Network biasa disingkat LAN adalah jaringan komputer yang jaringannya hanya mencakup wilayah kecil; seperti jaringan komputer kampus, gedung, kantor, dalam rumah, sekolah atau yang lebih kecil. Saat ini, kebanyakan LAN berbasis pada teknologi IEEE 802.3 Ethernet menggunakan perangkat switch, yang mempunyai kecepatan transfer data 10, 100, atau 1000 Mbit/s. Selain teknologi Ethernet, saat ini teknologi 802.11b (atau biasa disebut Wi-fi) juga sering digunakan untuk membentuk LAN. Tempat-tempat yang menyediakan koneksi LAN dengan teknologi Wi-fi biasa disebut hotspot.

Pada sebuah LAN, setiap node atau komputer mempunyai daya komputasi sendiri, berbeda dengan konsep dump terminal. Setiap komputer juga dapat mengakses sumber daya yang ada di LAN sesuai dengan hak akses yang telah diatur. Sumber daya tersebut dapat berupa data atau perangkat seperti printer. Pada LAN, seorang pengguna juga dapat berkomunikasi dengan pengguna yang lain dengan menggunakan aplikasi yang sesuai.

Berbeda dengan Jaringan Area Luas atau Wide Area Network (WAN), maka LAN mempunyai karakteristik sebagai berikut :

Mempunyai pesat data yang lebih tinggi
Meliputi wilayah geografi yang lebih sempit
Tidak membutuhkan jalur telekomunikasi yang disewa dari operator telekomunikasi
Biasanya salah satu komputer di antara jaringan komputer itu akan digunakan menjadi server yang mengatur semua sistem di dalam jaringan tersebut.

Sekarang udah tahukan apa itu LAN.

sekarang manfaatnya ya

Manfaat Jaringan Komputer (LAN) :

Resource Sharing, dapat menggunakan sumberdaya yang ada secara bersamasama. Misal seorang pengguna yang berada 100 km jauhnya dari suatu data, tidak mendapatkan kesulitan dalam menggunakan data tersebut, seolah-olah data tersebut berada didekatnya. Hal ini sering diartikan bahwa jaringan komputer mangatasi masalah jarak.
Reliabilitas tinggi, dengan jaringan komputer kita akan mendapatkan reliabilitas yang tinggi dengan memiliki sumber-sumber alternatif persediaan. Misalnya, semua file dapat disimpan atau dicopy ke dua, tiga atau lebih komputer yang terkoneksi kejaringan. Sehingga bila salah satu mesin rusak, maka salinan di mesin yang lain bisa digunakan.
Menghemat uang. Komputer berukutan kecil mempunyai rasio harga/kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan komputer yang besar. Komputer besar seperti mainframe memiliki kecapatan kira-kira sepuluh kali lipat kecepatan komputer kecil/pribadi. Akan tetapi, harga mainframe seribu kali lebih mahal dari komputer pribadi. Ketidakseimbangan rasio harga/kinerja dan kecepatan inilah membuat para perancang sistem untuk membangun sistem yang terdiri dari komputer-komputer pribadi.
Langkah-langkahnya : Untuk membuat sebuah jaringan komputer kecil (LAN), ada beberapa peralatan dan bahan yang kita butuhkan seperti :

Lan Tester
Tang Cramping
Kabel UTP (Unshielded Twisted Pair) / Coaxial (jarang digunakan)
Connector RJ45 / connector kabel coaxial
switch-hub
min 2 buah PC (Personal Computer) beserta LAN Card atau NIC (Network Interface Card)
Lalu kita tentukan susunan kabel UTP yang akan kita gunakan sesuai dengan fungsinya. misalkan kalau kita hendak menghubungkan langsung dari PC-PC maka kita gunakan CROSS, kalau kia hubungkan ke switch-hub lebih dulu, PC-HUB, maka kita gunakan STRAIGHT. jika kita hendak menghubungkan 2 LAN maka HUB-HUB kita gunakan CROSS, kita juga bisa gunakan STARIGHT jika pada salah satu HUB terdapat port uplink.
untuk memudahkan dalam menghapal susunan kabel, kita bisa gunakan salah satu cara yang saya pakai, yaitu STRAIGHT -> OBHC kalau CROSS -> HBOC.

STRAIGHT -> OBHC

O -> putih orange - orange
B -> putih hijau - biru
H -> putih biru - hijau
C -> putih coklat - coklat

CROSS -> HBOC

H -> putih hijau - hijau
B -> putih orange - biru
O -> putih biru - orange
C -> putih coklat - coklat

jika anda memiliki cara yang lain silahkan diterapkan, gak harus seperti diatas. kemudian silahkan setiap ujungnya diujicoba menggunakan lan tester. kalau lampu menyala sesuai yang diharapkan, maka anda telah berhasil dalam proses cramping. silahkan dipasang pada lan card PC anda.

untuk mengatur IP maka yang kita pikirkan adalah berapa no group IP yang digunakan pada LAN anda. biasanya untuk jaringan lokal menggunakan group IP 172.17.X.X, 192.168.X.X 202.168.X.X atau 10.10.X.X. untuk jaringan lokal, minimal yang diatur adalah :

IP address : 192.168.1.2 (misal)
Subnet mask : 255.255.255.0 (misal)

untuk default gateway dapat anda isi jika anda hendak menghubungkan jaringan lokal anda dengan jaringan luar (baik jaringan lokal lainnya atau internet). untuk DNS server akan anda isi jika anda terhubung dengan internet. DNS server ini tergantung dengan aturan yang ditetapkan oleh provider, Telkom Speedy, dll.

jika anda sudah mengatur no IP, anda bisa mengecek apakah komputer anda sudah bisa berkomunikasi dengan komputer lainnya, yaitu dengan cara menjalankan perintah ping pada command, seperti ping 192.168.1.3 (perintah ini menghasilkan 4 kali respon), agar terus-menerus memberikan respon kita tambahkan atribut -t (trace), seperti ping 192.168.1.3 -t

Respon yang diberikan ada 3 macam :

1. reply from…. komputer anda sudah dapat berkomunikasi dengan komputer tujuan anda.

2. request time out…. koneksi jaringan ada masalah dengan komputer tujuan anda.

3. destination unreachable…. koneksi jaringan komputer anda ada masalah.

Mempercantik Facebook

FaceBook??? Buat temen2 tentunya tau dunk yang namanya FaceBook kan?? Masa sih gak kenal ma yg namanya FaceBook ini, brati bener2 ketinggalan jaman n kuper bgt deh klo sampe gak kenal ama yg namanya FaceBook. (Heee….heeee….heeee….) Buat yg udh kenal ama yg namanya Facebook tentunya bosen dunk klo tema tampilan facebook km cuma standar biru doank khan?? Nah,disini aq akan jelasin bagaimana caranya buat mempercantik tampilan tema Facebook km nih! Jadi km bisa ber-FaceBook ria dengan tampilan tema yang menarik n enak dipandang mata, jadi bakalan tambah betah deh klo maen2 facebook.
Oke,kita mulai sekarang aja yah??
Pertama km harus pake Browser Mozilla Firefox tentunya,,,
Selanjutnya km donlod addons Stylish dari firefox
Trus km buka deh link berikut ini :


Nah,setelah masuk link tersebut kamu cari deh di menu searching ketik stylish
Trus kalo udh dpt di klik instal to firefox.
Ukurannya kecil kok, cuma 700kb’an jd cepet proses donlod nya.
Nah,setelah di instal maka akan muncul addons baru bernama Stylish trus restart deh firefoxnya tanpa restart windows nya Lho?!
Langkah Berikutnya km buka link berikut ini :


Nah,disitu km bakalan ada banyak pilihan jenis dan variasi tema buat facebook km yg bermacem2 modelnya tuh?!
Silahkan pilih salah satu, trus klik pada Menu Option km klik Load to Stylish.
Nah,sekarang coba deh km buka situs facebook trus km login…
Jreeeenkk…..!!!


Gimana Tampilannya ???
Udh berubah sesuai pilihan km khan??
Klo bosen n kurang menarik bisa diganti lagi kok!

Bila Selalu Mengingat Mati


Sehalus-halus kehinaan di sisi ALLOH adalah tercerabutnya kedekatan kita dari sisi-Nya. Hal ini biasanya ditandai dengan kualitas ibadah yang jauh dari meningkat, atau bahkan malah menurun. Tidak bertambah bagus ibadahnya, tidak bertambah pula ilmu yang dapat membuatnya takut kepada ALLOH, bahkan justru maksiat pun sudah mulai dilakukan, dan anehnya yang bersangkutan tidak merasa rugi. Inilah tanda-tanda akan tercerabutnya nikmat berdekatan bersama ALLOH Azza wa Jalla.
Pantaslah bila Imam Ibnu Athoillah pernah berujar, "Rontoknya iman ini akan terjadi pelan-pelan, terkikis-kikis sedikit demi sedikit sampai akhirnya tanpa terasa habis tandas tidak tersisa". Demikianlah yang terjadi bagi orang yang tidak berusaha memelihara iman di dalam kalbunya. Karenanya jangan pernah permainkan nikmat iman di hati ini.
Ada sebuah kejadian yang semoga dengan diungkapkannya di forum ini ada hikmah yang bisa diambil. Kisahnya dari seorang teman yang waktu itu nampak begitu rajin beribadah, saat shalat tak lepas dari linang air mata, shalat tahajud pun tak pernah putus, bahkan anak dan istrinya diajak pula untuk berjamaah ke mesjid. Selidik punya selidik, ternyata saat itu dia sedang menanggung utang. Karenanya diantara ibadah-ibadahnya itu dia selipkan pula doa agar utangnya segera terlunasi. Selang beberapa lama, ALLOH Azza wa Jalla, Zat yang Mahakaya dan Maha Mengabulkan setiap doa hamba-Nya pun berkenan melunasi utang rekan tersebut.
Sayangnya begitu utang terlunasi doanya mulai jarang, hilang pula motivasinya untuk beribadah. Biasanya kehilangan shalat tahajud menangis tersedu-sedu, "Mengapa Engkau tidak membangunkan aku, ya ALLOH?!", ujarnya seakan menyesali diri. Tapi lama-kelamaan tahajud tertinggal justru menjadi senang karena jadual tidur menjadi cukup. Bahkan sebelum azan biasanya sudah menuju mesjid, tapi akhir-akhir ini datang ke mesjid justru ketika azan. Hari berikutnya ketika azan tuntas baru selesai wudhu. Lain lagi pada besok harinya, ketika azan selesai justru masih di rumah, hingga akhirnya ia pun memutuskan untuk shalat di rumah saja.
Begitupun untuk shalat sunat, biasanya ketika masuk mesjid shalat sunat tahiyatul mesjid terlebih dulu dan salat fardhu pun selalu dibarengi shalat rawatib. Tapi sekarang saat datang lebih awal pun malah pura-pura berdiri menunggu iqamat, selalu ada saja alasannya. Sesudah iqamat biasanya memburu shaf paling awal, kini yang diburu justru shaf paling tengah, hari berikutnya ia memilih shaf sebelah pojok, bahkan lama-lama mencari shaf di dekat pintu, dengan alasan supaya tidak terlambat dua kali. "Kalau datang terlambat, maka ketika pulang aku tidak boleh terlambat lagi, pokoknya harus duluan!" Pikirnya.
Saat akan shalat sunat rawatib, ia malah menundanya dengan alasan nanti akan di rumah saja, padahal ketika sampai di rumah pun tidak dikerjakan. Entah disadari atau tidak oleh dirinya, ternyata pelan-pelan banyak ibadah yang ditinggalkan. Bahkan pergi ke majlis ta'lim yang biasanya rutin dilakukan, majlis ilmu di mana saja dikejar, sayangnya akhir-akhir ini kebiasaan itu malah hilang.
Ketika zikir pun biasanya selalu dihayati, sekarang justru antara apa yang diucapkan di mulut dengan suasana hati, sama sekali bak gayung tak bersambut. Mulut mengucap, tapi hati malah keliling dunia, masyaallah. Sudah dilakukan tanpa kesadaran, seringkali pula selalu ada alasan untuk tidak melakukannya. Saat-saat berdoa pun menjadi kering, tidak lagi memancarkan keuatan ruhiah, tidak ada sentuhan, inilah tanda-tanda hati mulai mengeras.
Kalau kebiasaan ibadah sudah mulai tercerabut satu persatu, maka inilah tanda-tanda sudah tercerabutnya taupiq dari-Nya. Akibat selanjutnya pun mudah ditebak, ketahanan penjagaan diri menjadi blong, kata-katanya menjadi kasar, mata jelalatan tidak terkendali, dan emosinya pun mudah membara. Apalagi ketika ibadah shalat yang merupakan benteng dari perbuatan keji dan munkar mulai lambat dilakukan, kadang-kadang pula mulai ditinggalkan. Ibadah yang lain nasibnya tak jauh beda, hingga akhirnya meningallah ia dalam keadaan hilang keyakinannya kepada ALLOH. Inilah yang disebut suul khatimah (jelek di akhir), naudzhubillah. Apalah artinya hidup kalau akhirnya seperti ini.
***
Ada lagi sebuah kisah pilu ketika suatu waktu bersilaturahmi ke Batam. Kisahnya ada seorang wanita muda yang tidak bisa menjaga diri dalam pergaulan dengan lawan jenisnya sehingga dia hamil, sedangkan laki-lakinya tidak tahu entah kemana (tidak bertanggung jawab). Hampir putus asa ketika si wanita ini minta tolong kepada seorang pemuda mesjid. Ditolonglah ia untuk bisa melakukan persalinan di suatu klinik bersalin, hingga ia bisa melahirkan dengan lancar. Walau tidak jelas siapa ayahnya, akhirnya si wanita ini pun menjadi ibu dari seorang bayi mungil.
Sayangnya, sesudah beberapa lama ditolong, sifat-sifat jahiliyahnya kambuh lagi. Mungkin karena iman dan ilmunya masih kurang, bahkan ketika dinasihati pun tidak mempan lagi hingga akhirnya dia terjerumus lagi. Demikianlah kisah si wanita ini, ia kembali hamil di luar nikah tanpa ada pria yang mau bertanggung jawab.
Lalu ditolonglah ia oleh seseorang yang ternyata aqidahnya beda. Si orang yang akan membantu pun menawarkan bantuan keuangan dengan catatan harus pindah agama terlebih dulu. Si wanita pun menyetujuinya, dalam hatinya "Toh hanya untuk persalinan saja, setelah melahirkan aku akan masuk Islam lagi". Tapi ternyata ALLOH menentukan lain, saat persalinan itu justru malaikat Izrail datang menjemput, meninggalah si wanita dalam keadaan murtad, naudzhubillah.
***
Cerita ini nampaknya bersesuaian pula dengan sebuah kisah klasik dari Imam Al Ghazali.
Suatu ketika ada seseorang yang sudah bertahun-tahun menjadi muazin di sebuah menara tinggi di samping mesjid. Kebetulan di samping mesjid itu adapula sebuah rumah yang ternyata dihuni oleh keluarga non-muslim, diantara anak-anak keluarga itu ada seorang anak perempuan berparas cantik yang sedang berangkat ramaja.
Tiap naik menara untuk azan, secara tidak disengaja tatapan mata sang muazin selalu tertumbuk pada si anak gadis ini, begitu pula ketika turun dari menara. Seperti pepatah mengatakan "dari mata rurun ke hati", begitulah saking seringnya memandang, hati sang muazin pun mulai terpaut akan paras cantik anak gadis ini. Bahkan saat azan yang diucapkan di mulut Allahuakbar-Allahuakbar, tapi hatinya malah khusyu memikirkan anak gadis itu.
Karena sudah tidak tahan lagi, maka sang muazin ini pun nekad mendatangi rumah si anak gadis tersebut dengan tujuan untuk melamarnya. Hanya sayang, orang tua si anak gadis menolak dengan mentah-mentah, apalagi jika anaknya harus pindah keyakinan karena mengikuti agama calon suaminya, sang muazin yang beragama Islam itu. "Selama engkau masih memeluk Islam sebagai agamamu, tidak akan pernah aku ijinkan anakku menjadi istrimu" ujar si Bapak, seolah-olah memberi syarat agar sang muazin ini mau masuk agama keluarganya terlebih dulu.
Berpikir keraslah sang muazin ini, hanya sayang, saking ngebetnya pada gadis ini, pikirannya seakan sudah tidak mampu lagi berpikir jernih. Hingga akhirnya di hatinya terbersit suatu niat, "Ya ALLOH saya ini telah bertahun-tahun azan untuk mengingatkan dan mengajak manusia menyembah-Mu. Aku yakin Engkau telah menyaksikan itu dan telah pula memberikan balasan pahala yang setimpal. Tetapi saat ini aku mohon beberapa saat saja ya ALLOH, aku akan berpura-pura masuk agama keluarga si anak gadis ini, setelah menikahinya aku berjanji akan kembali masuk Islam". Baru saja dalam hatinya terbersit niat seperti itu, dia terpeleset jatuh dari tangga menara mesjid yang cukup tinggi itu. Akhirnya sang muazin pun meninggal dalam keadaan murtad dan suul khatimah.
***
Kalau kita simak dengan seksama uraian-uraian kisah di atas, nampaklah bahwa salah satu hikmah yang dapat kita ambil darinya adalah jikalau kita sedang berbuat kurang bermanfaat bahkan zhalim, maka salah satu teknik mengeremnya adalah dengan 'mengingat mati'. Bagaimana kalau kita tiba-tiba meninggal, padahal kita sedang berbuat maksiat, zhalim, atau aniaya? Tidak takutkah kita mati suul khatimah? Naudzhubillah. Ternyata ingat mati menjadi bagian yang sangat penting setelah doa dan ikhtiar kita dalam memelihara iman di relung kalbu ini. Artinya kalau ingin meninggal dalam keadaan khusnul khatimah, maka selalulah ingat mati.
Dalam hal ini Rasulullah SAW telah mengingatkan para sahabatnya untuk selalu mengingat kematian. Dikisahkan pada suatu hari Rasulullah keluar menuju mesjid. Tiba-tiba beliau mendapati suatu kaum yangsedang mengobrol dan tertawa. Maka beliau bersabda, "Ingatlah kematian. Demi Zat yang nyawaku berada dalam kekuasaan-Nya, kalau kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan tertawa sedikit dan banyak menangis."
Dan ternyata ingat mati itu efektif membuat kita seakan punya rem yang kokoh dari berbuat dosa dan aniaya. Akibatnya dimana saja dan kapan saja kita akan senantiasa terarahkan untuk melakukan segala sesuatu hanya yang bermanfaat. Begitupun ketika misalnya, mendengarkan musik ataupun nyanyian, yang didengarkan pasti hanya yang bermanfaat saja, seperti nasyid-nasyid Islami atau bahkan bacaan Al Quran yang mengingatkan kita kepada ALLOH Azza wa Jalla. Sehingga kalaupun malaikat Izrail datang menjemput saat itu, alhamdulillah kita sedang dalam kondisi ingat kepada ALLOH. Inilah khusnul khatimah.
Bahkan kalau kita lihat para arifin dan salafus shalih senantiasa mengingat kematian, seumpama seorang pemuda yang menunggu kekasihnya. Dan seorang kekasih tidak pernah melupakan janji kekasihnya. Diriwayatkan dari sahabat Hudzaifah r.a. bahwa ketika kematian menjemputnya, ia berkata, "Kekasih datang dalam keadaan miskin. Tiadalah beruntung siapa yang menyesali kedatangannya. Ya ALLOH, jika Engkau tahu bahwa kefakiran lebih aku sukai daripada kaya, sakit lebih aku sukai daripada sehat, dan kematian lebih aku sukai daripada kehidupan, maka mudahkanlah bagiku kematian sehingga aku menemui-Mu."
Akhirnya, semoga kita digolongkan ALLOH SWT menjadi orang yang beroleh karunia khusnul khatimah. Amin! ***


Wacana Terkait :

  1. Bila Orang Lain Berbuat Salah
  2. Bila Hati Bercahaya
  3. Bila Diri Sempit Hati
  4. Bersandar Hanya Kepada ALLAH Swt.
  5. Belajar Dari Wajah
  6. Amal yang Tetap Bermakna
  7. 5 (lima) S
  8. Sebaik-baiknya Manusia
  9. Penyebab Boros
  10. Kiat-kiat Membangun Kepercayaan
  11. Selalu Menata Hati

Bila Orang Lain Berbuat Salah


Orang yang pasti tidak nyaman dalam keluarga, orang yang pasti tidak tentram dalam bertetangga, orang yang pasti tidak nikmat dalam bekerja adalah orang-orang yang paling busuk hatinya. Yakinlah, bahwa semakin hati penuh kesombongan, semakin hati suka pamer, ria, penuh kedengkian, kebencian, akan habislah seluruh waktu produktif kita hanya untuk meladeni kebusukan hati ini. Dan sungguh sangat berbahagia bagi orang-orang yang berhati bersih, lapang, jernih, dan lurus, karena memang suasana hidup tergantung suasana hati. Di dalam penjara bagi orang yang berhati lapang tidak jadi masalah. Sebaliknya, hidup di tanah lapang tapi jikalau hatinya terpenjara, tetap akan jadi masalah.
Salah satu yang harus dilakukan agar seseorang terampil bening hati adalah kemampuan menyikapi ketika orang lain berbuat salah. Sebab, istri kita akan berbuat salah, anak kita akan berbuat salah, tetangga kita akan berbuat salah, teman kantor kita akan berbuat salah, atasan di kantor kita akan berbuat salah karena memang mereka bukan malaikat. Namun sebenarnya yang jadi masalah bukan hanya kesalahannya, yang jadi masalah adalah bagaimana kita menyikapi kesalahan orang lain.
Sebetulnya sederhana sekali tekniknya, tekniknya adalah tanya pada diri, apa sih yang paling diinginkan dari sikap orang lain pada diri kita ketika kita berbuat salah ?! Kita sangat berharap agar orang lain tidak murka kepada kita. Kita berharap agar orang lain bisa memberitahu kesalahan kita dengan cara bijaksana. Kita berharap agar orang lain bisa bersikap santun dalam menikapi kesalahan kita. Kita sangat tidak ingin orang lain marah besar atau bahkan mempermalukan kita di depan umum. Kalaupun hukuman dijatuhkan, kita ingin agar hukuman itu dijatuhkan dengan adil dan penuh etika. Kita ingin diberik kesempatan untuk memperbaiki diri. Kita juga ingin disemangati agar bisa berubah. Nah, kalau keinginan-keinginan ini ada pada diri kita, mengapa ketika orang lain berbuat salah, kita malah mencaci maki, menghina, memvonis, memarahi, bahkan tidak jarang kita mendzalimi ?!
Ah, Sahabat. Seharusnya ketika ada orang lain berbuat salah, apalagi posisi kita sebagai seorang pemimpin, maka yang harus kita lakukan adalah dengan bersikap sabar pangkat tiga. Sabar, sabar, dan sabar. Artinya, kalau kita jadi pemimpin, dalam skala apapun, kita harus siap untuk dikecewakan. Mengapa? Karena yang dipimpin, dalam skala apapun, kita harus siap untuk dikecewakan. Mengapa ? Karena yang dipimpin kualitas pribadinya belum tentu sesuai dengan yang memimpin. Maka, seorang pemimpin yang tidak siap dikecewakan dia tidak akan siap memimpin.
Oleh karena itu, andaikata ada orang melakukan kesalahan, maka sikap mental kita, pertama, kita harus tanya apakah orang berbuat salah ini tahu atau tidak bahwa dirinya salah ? Kenapa ada orang yang berbuat salah dan dia tidak mengerti apakah itu suatu kesalahan atau bukan. Contoh yang sederhana, ada seorang wanita dari desa yang dibawa ke kota untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Ketika hari-hari pertama bekerja, dia sama sekali tidak merasa bersalah ketika kran-kran air di kamar mandi, toilet, wastafel, tidak dimatikan sehingga meluber terbuang percuma, mengapa ? Karena di desanya pancuran air untuk mandi tidak ada yang pakai kran, di desanya tidak ada aturan penghematan air, di desanya juga tidak ada kewajiban membayar biaya pemakaian air ke PDAM, sebab di desanya air masih begitu melimpah ruah. Tata nilai yang berbeda membuat pandangan akan suatu kesalahan pun berbeda. Jadi, kalau ada orang yang berbuat salah, tanya dululah, dia tahu tidak bahwa ini sebuah kesalahan.
Lalu, kalau dia belum tahu kesalahannya, maka kita harus memberi tahu, bukannya malah memarahi, memaki, dan bahkan mendzalimi. Bagaimana mungkin kita memarahi orang yang belum tahu bahwa dirinya salah, seperti halnya, bagaimana mungkin kita memarahi anak kecil yang belum tahu tata nilai perilaku orang dewasa seumur kita ? Misal, di rumah ada pembantu yang umurnya baru 24 tahun, sedangkan kita umurnya 48 tahun, hampir separuhnya. Bagaimana mungkin kita menginginkan orang lain sekualitas kita, sama kemampuannya dengan kita, sedangkan kita berbuat begini saja sudah rentang ilmu begitu panjang yang kita pelajari, sudah rentang pengalaman begitu panjang pula yang kita lalui.
Sebuah pengalaman, dulu ketika pulang sehabis diopname beberapa hari di rumah sakit karena diuji dengan sakit. Saat tiba di rumah, ada kabar tidak enak, yaitu omzet toko milik pesantren menurun drastis! Meledaklah kemarahan, "Kenapa ini santri bekerja kok enggak sungguh-sungguh ? Lihat akibatnya, kita semua jadi rugi! Pimpinan sakit harusnya berjuang mati-matian!".
Tapi alhamdulillah, istri mengingatkan, "Sekarang ini Aa umur 32 tahun, santri yang jaga umurnya 18 tahun. Bedanya saja 14 tahun, bagaimana mungkin kita mengharapkan orang lain melakukan seperti apa yang mampu kita lakukan saat ini, sementara dia ilmunya, kemampuannya, dan juga pengalamannya masih terbatas?! Mungkin dia sudah melakukan yang terbaik untuk seusianya. Bandingkan dengan kita pada usia yang sama, bisa jadi ketika kita berumur 18 tahun, mungkin kita belum mampu untuk jaga toko". Subhanallah, pertolongan ALLAH datang dari mana saja. Oleh karena itu, kalau melihat orang lain berbuat salah, lihat dululah, apakah dia ini tahu atau tidak bahwa yang dilakukannya ini suatu kesalahan. Kalau toh dia belum tahu bukannya malah dimarahi, tapi diberi tahu kesalahannya, "De', ini salah, harusnya begini".
Maka tahap pertama adalah memberitahu orang yang berbuat salah dari tidak tahu kesalahannya menjadi tahu dimana letak kesalahan dirinya. Selalu kita bantu orang lain mengetahui kesalahannya.
Tahap kedua, kita bantu orang tersebut mengetahui jalan keluarnya, karena ada orang yang tahi itu suatu masalah, tapi dia tidak tahu harus bagaimana menyelesaikannya? Maka, posisi kita adalah membantu orang yang berbuat salah mengetahui jalan keluarnya. Hal yang menarik, ketika dulu zaman pesantren masih sederhana, ketika masih berupa kost-kostan mahasiswa, muncul suata masalah di kamar paling pojok yang dihuni seorang santri mahasiswi, yaitu seringnya bocor ketika hujan turun, "Wah, ini massalah nih, tiap hujan kok bocor lagi, bocor lagi". Dia tahu ini masalah, tapi dia tidak tahu bagaimana cara mengatasinya. Kita harus bantu, tapi bantuan kita yang paling bagus adalah bukan menyelesaikan masalah, tapi membantu dia supaya bisa menyelesaikan masalahnya. Sebab, bantuan itu ada yang langsung menyelesaikan masalah, namun kelemahan bantuan ini, yaitu ketika kita membantu orang dan kita menyelesaikannya, ujungnya orang ini akan nyantel terus, ia akan punya ketergantungan kepada kita, dan yang lebih berbahaya lagi kita akan membunuh kreatifitasnya dalam menyelesaikan suatu masalah. Bantuan yang terbaik adalah memberikan masukan bagaimana cara memperbaiki kesalahan.
Dan tahap yang ketiga adalah membantu orang yang berbuat salah agar tetap bersemangat dalam memperbaiki kesalahan dirinya. Ini lebih menyelesaikan masalah daripada mencaci, memaki, menghina, mempermalukan, karena apa? Karena anak kita adalah bagian dari diri kita, istri kita adalah bagian dari keluarga kita, saudara-saudara kita adalah bagian dari khazanah kebersamaan kita, kenapa kita harus penuh kebencian, kedengkian, menebar kejelekan, ngomongin kejelekan, apalagi dengan ditambah-tambah, dibeberkan aib-aibnya, bagaimana ini ? Lalu, apa yang berharga pada diri kita ? Padahal, justru kalau kita melihat orang lain salah, maka posisi kita adalah ikut membantu memperbaiki kesalahannya.
Nah, Sahabat. Selalulah yang kita lakukan adalah berusaha membantu agar orang yang berbuat salah mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Membantu orang yang berbuat salah mengetahui bahwa yang dilakukannya adalah suatu kesalahan. Membantu orang yang berbuat salah agar ia tahu bagaimana cara memperbaiki kesalahannya. Dan membantu orang yang berbuat salah agar tetap bersemangat dalam memperbaiki kesalahan dirinya.
Melihat orang yang belum shalat, justru harus kita bantu dengan mengingatkan dia tentang pentingnnya shalat, membantu mengajarinya tata cara shalat yang benar, membantu dengan mengajaknya supaya dia tetap bersemangat untuk melaksanakan shalat secara istiqamah. Lihat pemabuk, justru harus kita bantu supaya pemabuk itu mengenal bahayanya mabuk, membantu mengenal bagaimana cara menghentikan aktivitas mabuk. Artinya, selalulah posisikan diri kita dalam posisi siap membantu. Walhasil, orang-orang yang pola pikirnya selalu rindu untuk membantu memperbaiki kesalahan orang lain, dia tidak akan pernah benci kepada siapapun. Tentu saja ini lebih baik, dibanding orang yang hanya bisa meremehkan, mencela, menghina, dan mencaci. Padahal orang lain berbuat kesalahan, dan kita pun sebenarnya gudang kesalahan.  

Wacana Terkait :
  1. Bila Selalu Mengingat Mati
  2. Bila Hati Bercahaya
  3. Bila Diri Sempit Hati
  4. Bersandar Hanya Kepada ALLAH Swt.
  5. Belajar Dari Wajah
  6. Amal yang Tetap Bermakna
  7. 5 (lima) S
  8. Sebaik-baiknya Manusia
  9. Penyebab Boros
  10. Kiat-kiat Membangun Kepercayaan
  11. Selalu Menata Hati 

Bila Hati Bercahaya


Adakah diantara kita yang merasa mencapai sukses hidup karena telah berhasil meraih segalanya : harta, gelar, pangkat, jabatan, dan kedudukan yang telah menggenggam seluruh isi dunia ini? Marilah kita kaji ulang, seberapa besar sebenarnya nilai dari apa-apa yang telah kita raih selama ini.
Di sebuah harian pernah diberitakan tentang penemuan baru berupa teropong yang diberi nama telescope Hubble. Dengan teropong ini berhasil ditemukan sebanyak lima milyar gugusan galaksi. Padahal yang telah kita ketahui selama ini adalah suatu gugusan bernama galaksi bimasakti, yang di dalamnya terdapat planet-planet yang membuat takjub siapa pun yang mencoba bersungguh-sungguh mempelajarinya. Matahari saja merupakan salah satu planet yang sangat kecil, yang berada dalam gugusan galaksi di dalam tata surya kita. Nah, apalagi planet bumi ini sendiri yang besarnya hanya satu noktah. Sungguh tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan lima milyar gugusan galaksi tersebut. Sungguh alangkah dahsyatnya.
Sayangnya, seringkali orang yang merasa telah berhasil meraih segala apapun yang dirindukannya di bumi ini – dan dengan demikian merasa telah sukses – suka tergelincir hanya mempergauli dunianya saja. Akibatnya, keberadaannya membuat ia bangga dan pongah, tetapi ketiadaannya serta merta membuat lahir batinnya sengsara dan tersiksa. Manakala berhasil mencapai apa yang diinginkannya, ia merasa semua itu hasil usaha dan kerja kerasnya semata, sedangkan ketika gagal mendapatkannya, ia pun serta merta merasa diri sial. Bahkan tidak jarang kesialannya itu ditimpakan atau dicarikan kambing hitamnya pada orang lain.
Orang semacam ini tentu telah lupa bahwa apapun yang diinginkannya dan diusahakan oleh manusia sangat tergantung pada izin Allah Azza wa Jalla. Mati-matian ia berjuang mengejar apa-apa yang dinginkannya, pasti tidak akan dapat dicapai tanpa izin-Nya. Laa haula walaa quwwata illaabillaah! Begitulah kalau orang hanya bergaul, dengan dunia yang ternyata tidak ada apa-apanya ini.
Padahal, seharusnya kita bergaul hanya dengan Allah Azza wa Jalla, Zat yang Maha Menguasai jagat raya, sehingga hati kita tidak akan pernah galau oleh dunia yang kecil mungil ini. Laa khaufun alaihim walaa hum yahjanuun! Samasekali tidak ada kecemasan dalam menghadapi urusan apapun di dunia ini. Semua ini tidak lain karena hatinya selalu sibuk dengan Dia, Zat Pemilik Alam Semesta yang begitu hebat dan dahsyat.
Sikap inilah sesungguhnya yang harus senantiasa kita latih dalam mempergauli kehidupan di dunia ini. Tubuh lekat dengan dunia, tetapi jangan biarkan hati turut lekat dengannya. Ada dan tiadanya segala perkara dunia ini di sisi kita jangan sekali-kali membuat hati goyah karena toh sama pahalanya di sisi Allah. Sekali hati ini lekat dengan dunia, maka adanya akan membuat bangga, sedangkan tiadanya akan membuat kita terluka. Ini berarti kita akan sengsara karenanya, karena ada dan tiada itu akan terus menerus terjadi.
Betapa tidak! Tabiat dunia itu senantisa dipergilirkan. Datang, tertahan, diambil. Mudah, susah. Sehat, sakit. Dipuji, dicaci. Dihormati, direndahkan. Semuanya terjadi silih berganti. Nah, kalau hati kita hanya akrab dengan kejadian-kejadian seperti itu tanpa krab dengan Zat pemilik kejadiannya, maka letihlah hidup kita.
Lain halnya kalau hati kita selalu bersama Allah. Perubahan apa saja dalam episode kehidupan dunia tidak akan ada satu pun yang merugikan kita. Artinya, memang kita harus terus menerus meningkatkan mutu pengenalan kita kepada Allah Azza wa Jalla.
Di antara yang penting yang kita perhatikan sekiranya ingin dicintai Allah adalah bahwa kita harus zuhud terhadap dunia ini. Rasulullah SAW pernah bersabda, "Barangsiapa yang zuhud terhadap dunia, niscaya Allah mencintainya, dan barangsiapa yang zuhud terhadap apa yang ada di tangan manusia, niscaya manusia mencintainya."
Zuhud terhadap dunia bukan berarti tidak mempunyai hal-hal yang bersifat duniawi, melainkan kita lebih yakin dengan apa yang ada di sisi Allah daripada apa yang ada di tangan kita. Bagi orang-orang yang zuhud terhadap dunia, sebanyak apapun yang dimiliki sama sekali tidak akan membuat hati merasa tentram karena ketentraman itu hanyalah apa-apa yang ada di sisi Allah.
Rasulullah SAW bersabda, "Melakukan zuhud dalam kehidupan di dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal dan bukan pula memboroskan kekayaan. Zuhud terhadap kehidupan dunia itu ialah tidak menganggap apa yang ada pada dirimu lebih pasti daripada apa yang ada pada Allah." (HR. Ahmad, Mauqufan)
Andaikata kita merasa lebih tentram dengan sejumlah tabungan di bank, maka berarti kita belum zuhud. Seberapa besar pun uang tabungan kita, seharusnya kita lebih merasa tentram dengan jaminan Allah. Ini dikarenakan apapun yang kita miliki belum tentu menjadi rizki kita kalau tidak ada izin Allah.
Sekiranya kita memiliki orang tua atau sahabat yang memiliki kedudukan tertentu, hendaknya kita tidak sampai merasa tentram dengan jaminan mereka atau siapa pun. Karena, semua itu tidak akan datang kepada kita, kecuali dengan izin Allah.
Orang yang zuhud terhadap dunia melihat apapun yang dimilikinya tidak menjadi jaminan. Ia lebih suka dengan jaminan Allah karena walaupun tidak tampak dan tidak tertulis, tetapi Dia Mahatahu akan segala kebutuhan kita.jangan ukur kemuliaan seseorang dengan adanya dunia di genggamannya. Sebaliknya jangan pula meremehkan seseorang karena ia tidak memiliki apa-apa. Kalau kita tidak menghormati seseorang karena ia tidak memiliki apa-apa. Kalau kita menghormati seseorang karena kedudukan dan kekayaannya, kalau meremehkan seseorang karena ia papa dan jelata, maka ini berarti kita sudah mulai cinta dunia. Akibatnya akan susah hati ini bercahaya disisi Allah.
Mengapa demikian? Karena, hati kita akan dihinggapi sifat sombong dan takabur dengan selalu mudah membeda-bedakan teman atau seseorang yang datang kepada kita. Padahal siapa tahu Allah mendatangkan seseorang yang sederhana itu sebagai isyarat bahwa Dia akan menurunkan pertolongan-Nya kepada kita.
Hendaknya dari sekarang mulai diubah sistem kalkulasi kita atas keuntungan-keuntungan. Ketika hendak membeli suatu barang dan kita tahu harga barang tersebut di supermarket lebih murah ketimbang membelinya pada seorang ibu tua yang berjualan dengan bakul sederhananya, sehingga kita mersa perlu untuk menawarnya dengan harga serendah mungkin, maka mulailah merasa beruntung jikalau kita menguntungkan ibu tua berimbang kita mendapatkan untung darinya. Artinya, pilihan membeli tentu akan lebih baik jatuh padanya dan dengan harga yang ditawarkannya daripada membelinya ke supermarket. Walhasil, keuntungan bagi kita justru ketika kita bisa memberikan sesuatu kepada orang lain.
Lain halnya dengan keuntungan diuniawi. Keuntungan semacam ini baru terasa ketika mendapatkan sesuatu dari orang lain. Sedangkan arti keuntungan bagi kita adalah ketika bisa memberi lebih daripada yang diberikan oleh orang lain. Jelas, akan sangat lain nilai kepuasan batinnya juga.
Bagi orang-orang yang cinta dunia, tampak sekali bahwa keuntungan bagi dirinya adalah ketika ia dihormati, disegani, dipuji, dan dimuliakan. Akan tetapi, bagi orang-orang yang sangat merindukan kedudukan di sisi Allah, justru kelezatan menikmati keuntungan itu ketika berhasil dengan ikhlas menghargai, memuliakan, dan menolong orang lain. Cukup ini saja! Perkara berterima kasih atau tidak, itu samasekali bukan urusan kita. Dapatnya kita menghargai, memuliakan, dan menolong orang lain pun sudah merupakan keberuntungan yang sangat luar biasa.
Sungguh sangat lain bagi ahli dunia, yang segalanya serba kalkulasi, balas membalas, serta ada imbalan atau tidak ada imbalan. Karenanya, tidak usah heran kalau para ahli dunia itu akan banyak letih karena hari-harinya selalu penuh dengan tuntutan dan penghargaan, pujian, dan lain sebagainya, dari orang lain. Terkadang untuk mendapatkan semua itu ia merekayasa perkataan, penampilan, dan banyak hal demi untuk meraih penghargaan.
Bagi ahli zuhud tidaklah demikian. Yang penting kita buat tatanan kehidupan ini seproporsional mungkin, dengan menghargai, memuliakan, dan membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun. Inilah keuntungan-keuntungan bagi ahli-ahli zuhud. Lebih merasa aman dan menyukai apa-apa yang terbaik di sisi Allah daripada apa yang didapatkan dari selain Dia.
Walhasil, siapapun yang merindukan hatinya bercahaya karena senantiasa dicahayai oleh nuur dari sisi Allah, hendaknya ia berjuang sekuat-kuatnya untuk mengubah diri, mengubah sikap hidup, menjadi orang yang tidak cinta dunia, sehingga jadilah ia ahli zuhud.
"Adakalanya nuur Illahi itu turun kepadamu", tulis Syaikh Ibnu Atho’illah dalam kitabnya, Al Hikam, "tetapi ternyata hatimu penuh dengan keduniaan, sehingga kembalilah nuur itu ke tempatnya semula. Oleh sebab itu, kosongkanlah hatimu dari segala sesuatu selain Allah, niscaya Allah akan memenuhinya dengan ma’rifat dan rahasia-rahasia."
Subhanallaah, sungguh akan merasakan hakikat kelezatan hidup di dunia ini, yang sangat luar biasa, siapapun yang hatinya telah dipenuhi dengan cahaya dari sisi Allah Azza wa Jalla. "Cahaya di atas cahaya. Allah membimbing (seorang hamba) kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki ..." (QS. An Nuur [24] : 35).


Wacana Terkait :
  1. Bila Selalu Mengingat Mati
  2. Bila Orang Lain Berbuat Salah
  3. Bila Diri Sempit Hati
  4. Bersandar Hanya Kepada ALLAH Swt.
  5. Belajar Dari Wajah
  6. Amal yang Tetap Bermakna
  7. 5 (lima) S
  8. Sebaik-baiknya Manusia
  9. Penyebab Boros
  10. Kiat-kiat Membangun Kepercayaan
  11. Selalu Menata Hati 

Bila Diri Sempit Hati


KH. Abdullah Gymnastiar

Semoga ALLAH SWT senantiasa memberikan kepada kita hati yang lapang, yang jernih, karena ternyata berat sekali menghadapi hidup dengan hati yang sempit.
Hati yang lapang dapat diibaratkan sebuah lapangan yang luas membentang, walaupun ada anjing, ada ular, ada kalajengking, dan ada aneka binatang buas lainnya, pastilah lapangan akan tetap luas. Aneka binatang buas yang ada malah makin nampak kecil dibandingkan dengan luasnya lapangan. Sebaliknya, hati yang sempit dapat diibaratkan ketika kita berada di sebuah kamar mandi yang sempit, baru berdua dengan tikus saja, pasti jadi masalah. Belum lagi jika dimasukkan anjing, singa, atau harimau yang sedang lapar, pastilah akan lebih bermasalah lagi.
Entah mengapa kita sering terjebak dalam pikiran yang membuat hari-hari kita menjadi hari-hari yang tidak nyaman, yang membuat pikiran kita menjadi keruh, penuh rencana-rencana buruk. Waktu demi waktu yang dilalui sering kali diwarnai kondisi hati yang mendidih, bergolak, penuh ketidaksukaan, terkadang kebencian, bahkan lagi dendam kesumat. Capek rasanya. Menjelang tidur, otak berpikir keras menyusun rencana bagaimana memuntahkan kebencian dan kedendaman yang ada di lubuk hatinya agar habis tandas terpuaskan kepada yang dibencinya. Hari-harinya adalah hari uring-uringan makan tak enak, tidur tak nyenyak dikarenakan seluruh konsentrasi dan energinya difokuskan untuk memuaskan rasa bencinya ini.
Ah, sahabat. Sungguh alangkah menderitanya orang-orang yang disiksa oleh kesempitan hati. Dia akan mudah sekali tersinggung, dan kalau sudah tersinggung seakan-akan tidak termaafkan, kecuali sudah terpuaskan dengan melihat orang yang menyinggungnya menderita, sengsara, atau tidak berdaya.
Seringkali kita dengar orang-orang yang dililit derita akibat rasa bencinya. Padahal ternyata yang dicontohkan para rosul, para nabi, para ulama yang ikhlas, orang-orang yang berjiwa besar, bukanlah mencontohkan mendendam, membenci atau busuk hati. Yang dicontohkan mereka justru pribadi-pribadi yang berdiri kokoh bagai tembok, tegar, sama sekali tidak terpancing oleh caci maki, cemooh, benci, dendam, dan perilaku-perilaku rendah lainnya. Sungguh, pribadinya bagai pohon yang akarnya menghunjam ke dalam tanah, begitu kokoh dan kuat, hingga diterpa badai dan diterjang topan sekalipun, tetap mantap tak bergeming.
Tapi orang-orang yang lemah, hanya dengan perkara-perkara remeh sekalipun, sudah panik, amarah membara, dan dendam kesumat. Walaupun non muslim, kita bisa mengambil pelajaran dari Abraham Lincoln (mantan Presiden Amerika). Dia bila memilih pejabat tidak pernah memusingkan kalau pejabat yang dipilihnya itu suka atau tidak pada dirinya, yang dia pikirkan adalah apakah pejabat itu bisa melaksanakan tugas dengan baik atau tidak. Beberapa orang kawan dan lawan politiknya tentu saja memanfaatkan moment ini untuk menghina, mencela, dan bahkan menjatuhkannya, tapi ia terus tidak bergeming bahkan berkata dengan arifnya,
"Kita ini adalah anak-anak dari keadaan, walau kita berbuat kebaikan bagaimanapun juga, tetap saja akan ada orang yang mencela dan menghina. Karena pencelaan, penghinaan bukan selamanya karena kita ini tercela atau terhina. Pastilah dalam kehidupan ini ada saja manusia yang suka menghina dan mencela".
Jadi, ia tidak pusing dengan hinaan dan celaan orang lain. Nabi Muhammad, SAW, manusia yang sempurna, tetap saja pernah dihina, dicela, dan dilecehkan. Bagaimana mungkin model kita ini, tidak ada yang menghina ? Padahal kita ini hina betulan.
Ingatlah bahwa hidup kita di dunia ini hanya satu kali, sebentar dan belum tentu panjang umur, amat rugi jikalau kita tidak bisa menjaga suasana hati ini. Camkanlah bahwa kekayaan yang paling mahal dalam mengarungi kehidupan ini adalah suasana hati kita ini. Walaupun rumah kita sempit, tapi kalau hati kita 'plooong' lapang akan terasa luas. Walaupun tubuh kita sakit, tapi kalau hati kita ceria, sehat, akan terasa enak. Walaupun badan kita lemes, tapi kalau hati kita tegar, akan terasa mantap. Walaupun mobil kita merek murahan, motor kita modelnya sederhana, tapi kalau hati kita indah, akan tetap terhormat. Walaupun kulit kita kehitam-hitaman, tapi kalau batinnya jelita, akan tetap mulia. Sebaliknya, apa artinya rumah yang lapang kalau hatinya sempit?! Apa artinya Fried Chicken, Burger, Hoka-hoka Bento, dan segala makanan enak lainnya, kalau hati sedang membara ?! Apa artinya raungan ber-AC kalau hati mendidih ?! Apa artinya mobil BMW, kalau hatinya bangsat ?!
Lalu, bagaimana cara kita mengatasi perasaan-perasaan seperti ini ? Yang pertama harus kita kondisikan dalam hati ini adalah kita harus sangat siap untuk terkecewakan, karena hidup ini tidak akan selamanya sesuai dengan keinginan kita. Artinya, kita harus siap oleh situasi dan kondisi apapun, tidak boleh kita hanya siap dengan situasi yang enak saja. Kita harus sangat siap dengan situasi dan kondisi sesulit, sepahit dan setidak enak apapun. Seperti pepatah mengatakan, 'sedia payung sebelum hujan'. Artinya, hujan atau tidak hujan kita siap.
Hal kedua yang harus kita lakukan kalau toh ada orang yang mengecewakan kita, adalah dengan jangan terlalu ambil pusing, sebab kita akan jadi rugi oleh pikiran kita sendiri. Sudah lupakan saja. Yang membagikan rizki adalah ALLAH, yang mengangkat derajat adalah ALLAH, yang menghinakan juga ALLAH. Apa perlunya kita pusing dengan omongan orang, sampai 'doer' itu bibir menghina kita, sungguh tidak akan kurang permberian ALLAH kepada kita. Mati-matian ia menghina, yakinlah kita tidak akan hina dengan penghinaan orang. Kita itu hina karena kelakuan hina kita sendiri.
Nabi SAW, dihina, tapi toh tetap cemerlang bagai intan mutiara. Sedangkan yang menghinanya, Abu Jahal sengsara. Salman Rushdie ngumpet tidak bisa kemana-mana, Permadi, Arswendo Atmowiloto masuk penjara. Siapa yang menabur angin akan menuai badai. Dikisahkan ketika Nabi Isa as dihina, ia tetap senyum, tenang, dan mantap, tidak sedikitpun ia menjawab atau membalas dengan kata-kata kotor mengiris tajam seperti yang diucapkan si penghinanya. Ketika ditanya oleh sahabat-sahabatnya, "Ya Rabi (Guru), kenapa engkau tidak menjawab dengan kata-kata yang sama ketika engkau dihina, malah Baginda menjawab dengan kebaikan ?" Nabi Isa as, menjawab : "Karena setiap orang akan menafkahkan apa yang dimilikinya. Kalau kita memiliki keburukan, maka yang kita nafkahkan adalah keburukan, kalau yang kita miliki kemuliaan, maka yang kita nafkahkan juga kata-kata yang mulia."
Sungguh, seseorang itu akan menafkahkan apa-apa yang dimilikinya. Ketika Ahnaf bin Qais dimaki-maki seseorang menjelang masuk ke kampungnya, "Hai kamu bodoh, gila, kurang ajar!", Ahnaf bin Qais malah menjawab, "Sudah ? Masih ada yang lain yang akan disampaikan ? Sebentar lagi saya masuk ke kampung Saya, kalau nanti di dengar oleh orang-orang sekampung, mungkin nanti mereka akan dan mengeroyokmu. Ayo, kalau masih ada yang disampaikan, sampaikanlah sekarang !".
Dikisahkan pula di zaman sahabat, ada seseorang yang marah-marah kepada seorang sahabat nabi, "Silahkan kalau kamu ngomong lima patah kata, saya akan jawab dengan 10 patah kata. Kamu ngomong satu kalimat, saya akan ngomong sepuluh kalimat". Lalu dijawab dengan mantap oleh sahabat ini, "Kalau engkau ngomong sepuluh kata, saya tidak akan ngomong satu patah kata pun".
Oleh karena itu, jangan ambil pusing, janga dipikirin. Dale Carnegie, dalam sebuah bukunya mengisahkan tentang seekor beruang kutup yang ganas sekali, selalu main pukul, ada pohon kecil dicerabut, tumbang dan dihancurkan. Di tengah amukannya, tiba-tiba ada ada seekor binatang kecil yang lewat di depannya. Anehnya, tidak ia hantam, sehingga mungkin terlintas dalam benak si beruang ini, "Ah, apa perlunya menghantam yang kecil-kecil, yang tidak sebanding, yang tidak merugikan kepentingan kita".
Percayalah, makin mudah kita tersinggung, apalagi hanya dengan hal-hal yang sepele, akan makin sengsara hidup ini. Padahal, mau apa hidup pakai sengsara, karena justru kita harus menjadikan orang-orang yang menyakiti kita sebagai ladang amal, karena kalau tidak ada yang menghina, menganiaya, atau menyakiti, kapan kita bisa memaafkan ?
Nah sahabat. Justru karena ada lawan, ada yang menghina, ada yang menyakiti kita bisa memaafkan. Kalau dia masih muda, anggap saja mungkin dia belum tahu bagaimana bersikap kepada yang tua, daripada sebel kepadanya. Kalau dia masih kanak-kanak, pahami bahwa tata nilai kita dengan dia berbeda, mana mungkin kita tersinggung oleh anak kecil. Kalau ada orang tua yang memarahi kita, jangan tersinggung, mungkin dia khilaf, karena terlalu tuanyua. Yang pasti makin kita pemaaf, makin kita berhati lapang, makin bisa memahami orang lain, maka akan makin aman dan tenteramlah hidup kita ini, subhanallah. 


Wacana Terkait :
  1. Bila Selalu Mengingat Mati
  2. Bila Orang Lain Berbuat Salah
  3. Bila Hati Bercahaya
  4. Bersandar Hanya Kepada ALLAH Swt.
  5. Belajar Dari Wajah
  6. Amal yang Tetap Bermakna
  7. 5 (lima) S
  8. Sebaik-baiknya Manusia
  9. Penyebab Boros
  10. Kiat-kiat Membangun Kepercayaan
  11. Selalu Menata Hati 

Bersandar Hanya Kepada Allah


Tiada keberuntungan yang sangat besar dalam hidup ini, kecuali orang yang tidak memiliki sandaran, selain bersandar kepada Allah. Dengan meyakini bahwa memang Allah-lah yang menguasai segala-galanya; mutlak, tidak ada satu celah pun yang luput dari kekuasaan Allah, tidak ada satu noktah sekecil apapun yang luput dari genggaman Allah. Total, sempurna, segala-galanya Allah yang membuat, Allah yang mengurus, Allah yang menguasai.
Adapun kita, manusia, diberi kebebasan untuk memilih, "Faalhamaha fujuraha wataqwaaha", "Dan sudah diilhamkan di hati manusia untuk memilih mana kebaikan dan mana keburukan". Potensi baik dan potensi buruk telah diberikan, kita tinggal memilih mana yang akan kita kembangkan dalam hidup ini. Oleh karena itu, jangan salahkan siapapun andaikata kita termasuk berkelakuan buruk dan terpuruk, kecuali dirinyalah yang memilih menjadi buruk, naudzubillah.
Sedangkan keberuntungan bagi orang-orang yang bersandarnya kepada Allah mengakibatkan dunia ini, atau siapapun, terlampau kecil untuk menjadi sandaran baginya. Sebab, seseorang yang bersandar pada sebuah tiang akan sangat takut tiangnya diambil, karena dia akan terguling, akan terjatuh. Bersandar kepada sebuah kursi, takut kursinya diambil. Begitulah orang-orang yang panik dalam kehidupan ini karena dia bersandar kepada kedudukannya, bersandar kepada hartanya, bersandar kepada penghasilannya, bersandar kepada kekuatan fisiknya, bersandar kepada depositonya, atau sandaran-sandaran yang lainnya.
Padahal, semua yang kita sandari sangat mudah bagi Allah (mengatakan ‘sangat mudah’ juga ini terlalu kurang etis), atau akan ‘sangat mudah sekali’ bagi Allah mengambil apa saja yang kita sandari. Namun, andaikata kita hanya bersandar kepada Allah yang menguasai setiap kejadian, "laa khaufun alaihim walahum yahjanun’, kita tidak pernah akan panik, Insya Allah.
Jabatan diambil, tak masalah, karena jaminan dari Allah tidak tergantung jabatan, kedudukan di kantor, di kampus, tapi kedudukan itu malah memperbudak diri kita, bahkan tidak jarang menjerumuskan dan menghinakan kita. kita lihat banyak orang terpuruk hina karena jabatannya. Maka, kalau kita bergantung pada kedudukan atau jabatan, kita akan takut kehilangannya. Akibatnya, kita akan berusaha mati-matian untuk mengamankannya dan terkadang sikap kita jadi jauh dari kearifan.
Tapi bagi orang yang bersandar kepada Allah dengan ikhlas, ‘ya silahkan ... Buat apa bagi saya jabatan, kalau jabatan itu tidak mendekatkan kepada Allah, tidak membuat saya terhormat dalam pandangan Allah?’ tidak apa-apa jabatan kita kecil dalam pandangan manusia, tapi besar dalam pandangan Allah karena kita dapat mempertanggungjawabkannya. Tidak apa-apa kita tidak mendapatkan pujian, penghormatan dari makhluk, tapi mendapat penghormatan yang besar dari Allah SWT. Percayalah walaupun kita punya gaji 10 juta, tidak sulit bagi Allah sehingga kita punya kebutuhan 12 juta. Kita punya gaji 15 juta, tapi oleh Allah diberi penyakit seharga 16 juta, sudah tekor itu.
Oleh karena itu, jangan bersandar kepada gaji atau pula bersandar kepada tabungan. Punya tabungan uang, mudah bagi Allah untuk mengambilnya. Cukup saja dibuat urusan sehingga kita harus mengganti dan lebih besar dari tabungan kita. Demi Allah, tidak ada yang harus kita gantungi selain hanya Allah saja. Punya bapak seorang pejabat, punya kekuasaan, mudah bagi Allah untuk memberikan penyakit yang membuat bapak kita tidak bisa melakukan apapun, sehingga jabatannya harus segera digantikan.
Punya suami gagah perkasa. Begitu kokohnya, lalu kita merasa aman dengan bersandar kepadanya, apa sulitnya bagi Allah membuat sang suami muntaber, akan sangat sulit berkelahi atau beladiri dalam keadaan muntaber. Atau Allah mengirimkan nyamuk Aides Aigepty betina, lalu menggigitnya sehingga terjangkit demam berdarah, maka lemahlah dirinya. Jangankan untuk membela orang lain, membela dirinya sendiri juga sudah sulit, walaupun ia seorang jago beladiri karate.
Otak cerdas, tidak layak membuat kita bergantung pada otak kita. Cukup dengan kepleset menginjak kulit pisang kemudian terjatuh dengan kepala bagian belakang membentur tembok, bisa geger otak, koma, bahkan mati.
Semakin kita bergantung pada sesuatu, semakin diperbudak. Oleh karena itu, para istri jangan terlalu bergantung pada suami. Karena suami bukanlah pemberi rizki, suami hanya salah satu jalan rizki dari Allah, suami setiap saat bisa tidak berdaya. Suami pergi ke kanotr, maka hendaknya istri menitipkannya kepada Allah.
"Wahai Allah, Engkaulah penguasa suami saya. Titip matanya agar terkendali, titip hartanya andai ada jatah rizki yang halal berkah bagi kami, tuntun supaya ia bisa ikhtiar di jalan-Mu, hingga berjumpa dengan keadaan jatah rizkinya yang barokah, tapi kalau tidak ada jatah rizkinya, tolong diadakan ya Allah, karena Engkaulah yang Maha Pembuka dan Penutup rizki, jadikan pekerjaannya menjadi amal shaleh."
Insya Allah suami pergei bekerja di back up oleh do’a sang istri, subhanallah. Sebuah keluarga yang sungguh-sungguh menyandarkan dirinya hanya kepada Allah. "Wamayatawakkalalallah fahuwa hasbu", (QS. At Thalaq [65] : 3). Yang hatinya bulat tanpa ada celah, tanpa ada retak, tanpa ada lubang sedikit pun ; Bulat, total, penuh, hatinya hanya kepada Allah, maka bakal dicukupi segala kebutuhannya. Allah Maha Pencemburu pada hambanya yang bergantung kepada makhluk, apalagi bergantung pada benda-benda mati. Mana mungkin? Sedangkan setiap makhluk ada dalam kekuasaan Allah. "Innallaaha ala kulli sai in kadir".
Oleh karena itu, harus bagi kita untuk terus menerus meminimalkan penggantungan. Karena makin banyak bergantung, siap-siap saja makin banyak kecewa. Sebab yang kita gantungi, "Lahaula wala quwata illa billaah" (tiada daya dan kekuatan yang dimilikinya kecuali atas kehendak Allah). Maka, sudah seharusnya hanya kepada Allah sajalah kita menggantungkan, kita menyandarkan segala sesuatu, dan sekali-kali tidak kepada yang lain, Insya Allah.


Wacana Terkait :
  1. Bila Selalu Mengingat Mati
  2. Bila Orang Lain Berbuat Salah
  3. Bila Hati Bercahaya
  4. Bila Diri Sempit Hati
  5. Belajar Dari Wajah
  6. Amal yang Tetap Bermakna
  7. 5 (lima) S
  8. Sebaik-baiknya Manusia
  9. Penyebab Boros
  10. Kiat-kiat Membangun Kepercayaan
  11. Selalu Menata Hati 

Belajar Dari Wajah


Menarik sekali jikalau kita terus menerus belajar tentang fenomena apapun yang terjadi dalam hiruk-pikuk kehidupan ini. Tidak ada salahnya kalau kita buat semacam target. Misalnya : hari ini kita belajar tentang wajah. Wajah? Ya, wajah. Karena masalah wajah bukan hanya masalah bentuknya, tapi yang utama adalah pancaran yang tersemburat dari si pemilik wajah tersebut.
Ketika pagi menyingsing, misalnya, tekadkan dalam diri : "Saya ingin tahu wajah yang paling menenteramkan hati itu seperti apa? Wajah yang paling menggelisahkan itu seperti bagaimana?" karena pastilah hari ini kita akan banyak bertemu dengan wajah orang per orang. Ya, karena setiap orang pastilah punya wajah. Wajah irtri, suami, anak, tetangga, teman sekantor, orang di perjalanan, dan lain sebagainya. Nah, ketika kita berjumpa dengan siapapun hari ini, marilah kita belajar ilmu tentang wajah.
Subhanallaah, pastilah kita akan bertemu dengan beraneka macam bentuk wajah. Dan, tiap wajah ternyata dampaknya berbeda-beda kepada kita. Ada yang menenteramkan, ada yang menyejukkan, ada yang menggelikan, ada yang menggelisahkan, dan ada pula yang menakutkan. Lho, kok menakutkan? Kenapa? Apa yang menakutkan karena bentuk hidungnya? Tentu saja tidak! Sebab ada yang hidungnya mungil tapi menenteramkan. Ada yang sorot matanya tajam menghunjam, tapi menyejukkan. Ada yang kulitnya hitam, tapi penuh wibawa.
Pernah suatu ketika berjumpa dengan seorang ulama dari Afrika di Masjidil Haram, subhanallaah, walaupun kulitnya tidak putih, tidak kuning, tetapi ketika memandang wajahnya... sejuk sekali! Senyumnya begitu tulus meresap ke relung qolbu yang paling dalam. Sungguh bagai disiram air sejuk menyegarkan di pagi hari. Ada pula seorang ulama yang tubuhnya mungil, dan diberi karunia kelumpuhan sejak kecil. Namanya Syekh Ahmad Yassin, pemimpin spiritual gerakan Intifadah, Palestina. Ia tidak punya daya, duduknya saja di atas kursi roda. Hanya kepalanya saja yang bergerak. Tapi, saat menatap wajahnya, terpancar kesejukan yang luar biasa. Padahal, beliau jauh dari ketampanan wajah sebagaimana yang dianggap rupawan dalam versi manusia. Tapi, ternyata dibalik kelumpuhannya itu beliau memendam ketenteraman batin yang begitu dahsyat, tergambar saat kita memandang sejuknya pancaran rona wajahnya.
Nah, saudaraku, kalau hari ini kita berhasil menemukan struktur wajah seseorang yang menenteramkan, maka caru tahulah kenapa dia sampai memiliki wajah yang menenteramkan seperti itu. Tentulah, benar-benar kita akan menaruh hormat. Betapa senyumannya yang tulus; pancaran wajahnya, nampak ingin sekali ia membahagiakan siapapun yang menatapnya. Dan sebaliknya, bagaimana kalau kita menatap wajah lain dengan sifat yang berlawanan; (maaf, bukan bermaksud meremehkan) ada pula yang wajahnya bengis, struktur katanya ketus, sorot matanya kejam, senyumannya sinis, dan sikapnya pun tidak ramah. Begitulah, wajah-wajah dari saudara-saudara kita yang lain, yang belum mendapat ilmu; bengis dan ketus. Dan ini pun perlu kita pelajari.
Ambillah kelebihan dari wajah yang menenteramkan, yang menyejukkan tadi menjadi bagian dari wajah kita, dan buang jauh-jauh raut wajah yang tidak ramah, tidak menenteramkan, dan yang tidak menyejukkan.
Tidak ada salahnya jika kita evalusi diri di depan cermin. Tanyalah; raut seperti apakah yang ada di wajah kita ini? Memang ada diantara hamba-hamba Allah yang bibirnya di desain agak berat ke bawah. Kadang-kadang menyangkanya dia kurang senyum, sinis, atau kurang ramah. Subhanallaah, bentuk seperti ini pun karunia Allah yang patut disyukuri dan bisa jadi ladang amal bagi siapapun yang memilikinya untuk berusaha senyum ramah lebih maksimal lagi.
Sedangkan bagi wajah yang untuk seulas senyum itu sudah ada, maka tinggal meningkatkan lagi kualitas senyum tersebut, yaitu untuk lebih ikhlas lagi. Karena senyum di wajah, bukan hanya persoalan menyangkut ujung bibir saja, tapi yang utama adalah, ingin tidak kita membahagiakan orang lain? Ingin tidak kita membuat di sekitar kita tercahayai? Nabi Muhammad SAW, memberikan perhatian yang luar biasa kepada setiap orang yang bertemu dengan beliau sehingga orang itu merasa puas. Kenapa puas? Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW – bila ada orang yang menyapanya – menganggap orang tersebut adalah orang yang paling utama di hadapan beliau. Sesuai kadar kemampuannya.
Walhasil, ketika Nabi SAW berbincang dengan siapapun, maka orang yang diajak berbincang ini senantiasa menjadi curahan perhatian. Tak heran bila cara memandang, cara bersikap, ternyata menjadi atribut kemuliaan yang beliau contohkan. Dan itu ternyata berpengaruh besar terhadap sikap dan perasaan orang yang diajak bicara.
Adapun kemuramdurjaan, ketidakenakkan, kegelisahan itu muncul ternyata diantara akibta kita belum menganggap orang yang ada dihadapan kita orang yang paling utama. Makanya, terkadang kita melihat seseorang itu hanya separuh mata, berbicara hanya separuh perhatian. Misalnya, ketika ada seseorang yang datang menghampiri, kita sapa orang itu sambil baca koran. Padahal, kalau kita sudah tidak mengutamakan orang lain, maka curahan kata-kata, cara memandang, cara bersikap, itu tidak akan punya daya sentuh. Tidak punya daya pancar yang kuat.
Orang karena itu, marilah kita berlatih diri meneliti wajah, tentu saja bukan maksud untuk meremehkan. Tapi, mengambil tauladan wajah yang baik, menghindari yang tidak baiknya, dan cari kuncinya kenapa sampai seperti itu? Lalu praktekkan dalam perilaku kita sehari-hari. Selain itu belajarlah untuk mengutamakan orang lain!
Mudah-mudahan kita dapat mengutamakan orang lain di hadapan kita, walaupun hanya beberapa menit, walaupun hanya beberapa detik, subhanallaah.***

Wacana Terkait :
  1. Bila Selalu Mengingat Mati
  2. Bila Orang Lain Berbuat Salah
  3. Bila Hati Bercahaya
  4. Bila Diri Sempit Hati
  5. Bersandar Hanya Kepada Allah Swt.
  6. Amal yang Tetap Bermakna
  7. 5 (lima) S
  8. Sebaik-baiknya Manusia
  9. Penyebab Boros
  10. Kiat-kiat Membangun Kepercayaan
  11. Selalu Menata Hati 

 
Powered by Blogger