KEMENTERIAN Pendidikan dan
Kebudayaan sedang sibuk memasak kurikulum pendidikan 2013. Meski ada
kritikan, tampaknya tetap bakal ada perubahan kurikulum secara mendasar.
Sudah sejak lama publik bertanya, mengapa kurikulum sering gonta-ganti.
Bahkan ada yang menganggap perubahan kurikulum sebagai tradisi: ganti
menteri, ganti kurikulum'. Tapi ini, menterinya gak ganti pun, kurikulum
mau dirombak.
Nah, bagaimana pendapat Darmaningtyas, pengamat pendidikan, yang juga ikut dalam pembahasan perubahan kurikulum itu?
Berikut petikan wawancara wartawan JPNN, M Fathra Nazrul Islam dengan Darmaningtyas, di Jakarta, Rabu (21/11).
Bagaimana pendapat Anda soal wacana penghapusan Bahasa Inggris dari kurikulum SD?
Sejak dulu itu Bahasa Inggris tidak ada di kurikulum. Di kurikulum yang
sekarang (KTSP) kita jalani juga tidak ada. Cuma, dia diberikan di mata
pelajaran pengembangan diri atau di muatan lokal. Penting tidaknya, itu
sangat tergantung pada letak sekolahnya. Kalau di Papua, NTT, Aceh, itu
tidak relevan. Tetapi, untuk daerah perkotaan itu relevan dan penting.
Katakanlah untuk daerah pariwisata seperti di Bali, itu penting. Jadi
semua sangat ditentukan situasional dan kondisional.
Kurikulum 2013 akan melebur IPA/IPS menjadi metode tematik integratif, apa itu bagus?
Itu masih untuk kelas 1 sampai kelas 3. Itu sudah pasti dan bisa
diterima semua pihak, karena kelas 1-3 itu fokusnya pada membaca,
menulis dan berhitung (Calistung). Tetapi kalau kelas 4-6 itu, masih
dalam proses negosiasi, jadi belum ada keputusan final. Mungkin nanti
komprominya adalah kelas 1-3 tiga itu terintegrasi dengan bidang studi
lain, yang kelas 4-6 itu muncul sebagai mata pelajaran, tapi itu kan
masih proses, belum ada keputusan sampai sekarang.
Kurikulum ini juga menentukan untuk pembentukan karakter, apakah
kurikulum yang ada belum mampu berperan dalam pembentukan karakter?
Sebetulnya pertanyaan itu adalah pertanyaan yang sama dan pernah saya
lontarkan kepada mereka. Apa yang menjadi problem dalam kurikulum
sekarang ini, gitu. Kalau soal karakter itu sebenarnya kan bisa
diberikan dalam berbagai mata pelajaran. Pelajaran olahraga itu bisa
bentuk karakter, pelajaran seni juga bisa jadi bagian dari pendidikan
karakter. Jadi sebetulnya kalau soal pendidikan karakter, tidak harus
sampai mengubah kurikulum, tapi substansi dari pendidikannya itu sendiri
yang harus diubah.
Bagaimana Anda memandang perubahan kurikulum 2013 ini?
Kalau saya sih belum melihat keunggulan dari kurikulum yang kita
jalankan sekarang. Jadi ya, ini cuma keputusan politik saja, bahwa
kurikulum harus berubah. Jadi kalau substansi, saya belum melihat
keunggulan dari kurikulum yang kita jalankan sekarang.
Soal pramuka yang akan dijadikan ekstrakurikuler wajib?
Saya sejujurnya setuju. Mengapa? Karena kepanduan itu adalah yang selama
ini menjadi wahana untuk menumbuhkan sikap nasionalisme. Tapi kemudian
tergerus oleh model-model pendidikan yang sangat sektarian, sehingga itu
menjadi sangat diperlukan. Dengan menjadi wajib, supaya tidak
menjemukan, substansinya harus diubah. Karena itu pendidikan kepramukaan
harus jadi perhatian yang sangat intens.
Substansi apa yang perlu ditekankan?
Nasionalisme, sekarang nasionalisme kita makin tergerus oleh globalisasi
ekonomi, globalisasi informasi, akhirnya orang jadi berkutat, asyik
dengan diri sendiri, kebangsaannya jadi terlewatkan. Nah, dengan
menekankan aspek nasionalisme, penghargaan kita terhadap sesama jadi
kuat.
Fakta bahwa sekarang di sekolah-sekolah muncul organisasi-organisasi
yang berbasis keagamaan, menjadi praktek fundamentalisme, itu kan jadi
masalah. Justru itu terjadi di sekolah-sekolah negeri. Misal di sekolah
negeri ceweknya tidak boleh menyanyi karena suara perempuannya adalah
aurat. Kemudian ada studi mengatakan, 80 persen mahasiswa di PTN-PTN
menolak Pancasila. Itu kan persoalan kita sebagai bangsa. Karena
pancasila sudah tidak kita anggap sebagai perekat sebagai bangsa.
Soal pendidikan berbasis TIK, apa nanti tidak terkendala di daerah yang sulit akses internetnya?
TIK itu sekarang dihapus di kurikulum yang akan datang, karena TIK itu
adalah bagian dari sarana. TIK itu kan diterjemahkan sebagai pendidikan
keterampilan komputer. TIK itu harus jadi sarana, bukan tujuan. Jadi
sekarang tidak relevan ada pelajaran TIK, kemarin-kemarin iya. TIK itu
akan jadi sarana untuk pembelajaran.
Anda bilang perubahan kurikulum adalah keputusan politik. Kalau
melihat kondisi pendidikan sekarang, apa perlu kurikulum pendidkan
nasional diubah?
Ya kalau kamu bilang ke saya, ya gak perlu. Kenapa? karena yang jadi
problem kan implementasinya, jadi implementasinya saja yang diperbaiki.
Kalau toh harus diubah, sifatnya hanya tambal sulam. Yang sudah tidak
relevan dimasukin, ditambalin. Tapi yang sudah bagus jalan saja, gitu loh. Seperti kurikulum 1984.
Perubahan kurikulum menuntut guru lebih inovatif?
Perubahan kurikulum justru di situ, masalahnya ada pada guru. Kurikulum
sebagus apa pun, kalau di tangan guru yang jelek, hasilnya jelek.
Kurikulum sejelek apapun, kalau gurunya bagus, hasilnya akan bagus.***
Sumber : http://www.jpnn.com